Launching Buku Sang Penanti

Launching Buku Sang Penanti
City Ice Cream Cafe, Plaza Medan Fair

Rabu, 17 Juni 2009

Cerita Anak

Jangan Jadi Anak Penakut

Meski sudah kelas enam sekoah dasar dan anak paling tua dirumahnya, Jono terbilang anak penakut. Adiknya Joko yang masih kelas empat malah lebih berani dibandingkan Jono. Percuma saja badannya besar dan tinggi tapi kalau malam, mau ke dapur atau ke kamar mandi saja dia minta ditemani adiknya.

“Hantu itu tidak ada.” Tegas ayah.

“Pocong, kuntilanak, tuyul, apa itu bukan hantu?” Jono penasaran.

“Apa kau pernah melihatnya?” tanya ayah kesal. Kenapa anak laki-laki tertuanya bisa jadi sepenakut ini.

“Jono pernah melihatnya di sinetron.”

“Sinetron itu cerita bohong!” ayah semakin kesal.

“Hantu itu cuma godaan setan, nak.” ibu ikut menimpali.

“Berarti hantu itu ada kan, bu?”

“Tidak ada, Jono. Itu cuma perasaan takut dan was-was yang ditiupkan oleh setan untuk menggoda manusia.” sahut ibu dengan bijaksana.

“Setan itu terbakar kalau dekat manusia!” ujar ayah lagi.

“Kenapa bisa begitu, ayah” tanya Jono seperti tak percaya.

Ayah pergi meniggalkan ruang keluarga tanpa menjawab.

“Karena manusia itu mahkluk Tuhan yang paling mulia dan sempurna. Manusia itu khalifah di muka bumi ini.” Jawab ibu dengan sabar. Berharap anaknya menjadi anak yang pemberani.

“Ah, tapi Jono percaya hantu itu ada.”

“Apa buktinya kalau hantu itu ada?” kali ini ibu yang bertanya.

“Kalau malam-malam pulang dari musholla lewat dari gang yang gelap, Jono merasa seram seperti ada yang mengikuti. Orang bilang kalau seperti itu jangan menoleh ke belakang. Lari saja biar hantunya tidak kelihatan.” ujar jono panjang lebar.

“Rasa takut dan seram itu cuma perasaanmu saja. Itulah godaan setan supaya kau jadi penakut dan percaya pada takhayul. Coba ibu tanya, apakah ada orang yang mati karena dicekik hantu? Kalau ada bilang sama ibu, kapan, dimana dan siapa korbannya?”

Jono terdiam. Dipandanginya ibu yang sedang menyulam di ruang keluarga. Tiba-tiba Joko adiknya masuk dari luar.

“Ayah, ibu, wak Badrun meninggal. Itu orang-orang sudah berkumpul dirumahnya.” Ujar Joko memberi tahu.

Mendengar berita dari Joko adinya itu, Jono melompat ketakutan dan pindah duduk ke dekat ibu. Ayah keluar dari dalam kamar.

“Innalillahi wa’inna ilaihi rojiun.Kapan meninggalnya wak Badrun, Joko?” tanya ayah terkejut.

“Waktu lewat situ, Joko dengar dari orang-orang, wak Badrun meninggal sebelum azan ashar tadi, yah?”

Ayah kembali masuk ke kamar mengambil peci dan bergegas pergi ke rumah wak Badrun, tetangga mereka yang tinggal di ujung gang. Ibu juga mulai mengemasi peralatan menyulamnya dan berniat untuk melayat sebagai tanda turut berduka cita.

“Bu, nanti malam Jono nggak usah pergi mengaji, ya?”

“Kenapa?” tanya ibu sambil melangkah menuju kamar.

“Kalau mau pergi ke musholla, kan lewat dari depan rumah wak badrun?” sindir Joko sambil nyengir mengejek abangnya yang penakut.

“Apa kau berani lewat situ?” Jono melotot pada Joko adiknya itu.

“Berani, siapa takut?” jawab Joko santai.

“Nah, adikmu saja berani, kenapa kau jadi penakut begitu?” ibu geleng-geleng kepala melihat betapa penakutnya Jono.

Malam harinya Jono memang betul-betul tak mau pergi mengaji walau pun dia tidak sendiri,karena ada Joko adiknya yang juga ikut belajar mengaji. Meski sudah dipaksa oleh ayah dan ibunya, Jono tetap berkeras tak mau pergi mengaji.

“Takut sama apa kau, Jono?” tanya ayah kesal.

“Hantu wak Badrun!” seru Jono ketakutan.

“Sudah, kalau dia tak mau pergi mengaji biar Joko saja yang pergi. Ayah mau tahlilan ke rumah wak Badrun, ibu juga mau ke sana untuk bantu-bantu persiapan penguburan wak Badrun besok hari. Kau sendiri jaga rumah.” ujar ayah pada Jono.

Jono melotot ketakutan.

“Ibu jangan pergi, di sana kan sudah banyak orang yang membantu?”

Jono memohon agar ibu tidak ikut-ikutan pergi meninggalkan rumah. Anak itu sampai terkencing-kencing di celana saking takutnya mendengar akan ditinggal sendirian menjaga rumah.

“Bu, jangan tinggalkan Jono sendirian…” ujarnya sambil menangis.

Melihat wajah Jono yang pucat pasi dengan tubuh menggeletar, ibu tak sampai hati juga meninggalkan Jono sendirian di rumah. Ibu mengurungkan niatnya untuk pergi. Jono pun senang karena dia akan ditemani ibu dan rasa takutnya jadi hilang seketika. Hantu wak Badrun tak mungkin datang ke sini, bisik hatinya yang penakut.

Setelah Joko pulang dari mengaji dan ayah pulang dari tahlilan, mereka menyindir Jono yang sedang menonton televisi bersama ibu.

“Bagaimana Joko, apakah sewaktu pulang dari musholla tadi kau berjumpa dengan hantu wak Badrun?” tanay ayah pada Joko.

“Tidak ada ayah, hantunya takut sama Joko.” jawab Joko sambil tertawa melirik pada abangnya Jono.

Tengah malam Jono terbangun karena ingin buang air. Tapi dia tak melihat Joko, tempat tidur adiknya itu kosong. Jono ingin memanggil tapi suaranya tak bisa keluar, tubuhnya tiba-tiba jadi merinding ketakutan sementara itu perutnya terasa sakit sekali. Dengan terpaksa akhirnya Jono memberanikan diri pergi ke kamar mandi. Sampai di kamar mandi Jono membuka pintu, ruangan kamar mandi gelap.

“Tolooong…! Ada hantu… ada hantu wak Badrun…!” tiba-tiba Jono lari meninggalkan kamar mandi sambil berteriak-teriak.

Suasana rumah jadi gempar. Ayah dan ibu terbangun.

“Ada apa, Jono?” tanya ayah heran.

“Di… di… kamar mandi belakang, ada… ada… han… hantu wak Badrun…!” Jono ngos-ngosan dan wajahnya pucat pasi.

Tiba-tiba Joko muncul dari belakang sambil tersenyum.

“Hantunya sedang jongkok, kan?” tanya Joko.

“Ya, betul! Hantunya warna hitam sedang jongkok.” Jawab Jono ketakutan.

“Itu aku sedang buang air besar…” Joko tertawa terbahak-bahak.

“Kenapa lampu kamar mandi tidak kau nyalakan?” protes Jono marah.

“Namanya juga orang kebelet, mana sempat menyalakan lampu?” Joko tersenyum.

Ha… ha… ha… Ayah dan ibu tertawa terpingkal-pingkal. Makanya jangan jadi anak penakut. Adiknya sendiri disangka hantu. Malu-maluin saja!***