Launching Buku Sang Penanti

Launching Buku Sang Penanti
City Ice Cream Cafe, Plaza Medan Fair

Rabu, 25 Maret 2009

Cerita Anak

Tas Sekolah Diana

Kadang-kadang aku merasa iri dengan sponge bob biru soalnya dia bernasib baik. Apa sebab? Sebabnya adalah, sponge bob biru dimiliki oleh Nirina. Anak itu sangat rajin merawat dan menjaga sponge bob biru. Pokoknya mereka sangat harmonis. Pergi sekolah sponge bob selalu dibawa dan dipercaya untuk menyimpan semua peralatan belajarnya Nirina. Kalau pulang sekolah sponge bob biru selalu diletakkan di atas meja belajar dengan baik-baik. Uh! Beruntungnya sponge biru. Sedangkan aku?

Oya, perkenalkan. Namaku sponge bob kuning temannya sponge bob biru. Kami berdua adalah tas sekolah yang cantik. Banyak anak-anak yang suka pada kami dan merengek-rengek minta dibelikan sama Mamanya. Tapi setelah dibelikan, ada juga yang berlaku kasar dan tidak menyayangi kami. Contohnya aku, sponge bob kuning. Nasibku memang jelek karena jatuh ketangan anak nakal dan malas seperti Diana. Tidak seperti Nirina yang baik dan sayang pada sponge bob biru, Diana selalu mencampakkan aku sembarangan kalau sudah pulang sekolah . Kadang-kadang di atas tempat tidur, di lantai kamar tapi lebih sering dikolong tempat tidur.

Aku sponge bob kuning dan sahabtku sponge bob biru sudah sebulan tinggal di rumah keluarga ini. Kami tahu betul kalau dua orang anaknya, Nirina dan Diana seperti langit dengan bumi. Nirina baik, Diana nakal. Nirina rajin, Diana pemalas. Pokoknya sipat mereka sangat bertolak belakang, seperti siang dan malam. Aku menyesal kenapa harus jatuh ketangan Diana. Tapi apalah dayaku, aku cuma sebuah tas sekolah?

“Diana, kenapa tidak pakai tas sekolah?” tegur Mama pagi itu.

“Malas, Ma. Tas Diana kotor, bau apek lagi!” Diana beralasan.

“Itu karena kamu selalu menaruh tas sembarangan. Ya, kena debu, ketumpahan kuah bakso, kena saus tomat, kena kecap. Tas kamu itu sudah seperti kain lap!” Mama merepet pada Diana.

“Sudah begitu Diana malas mencuci tasnya. Apa nggak bau apek?” Nirina ikut-ikutan berkomentar.

“Makanya kalau kak Nirina mencuci tas, sekalian dong cucikan tas Diana.” ujar Diana enteng.

“Suapaya kamu jadi tambah pemalas?” ejek Nirina pada Diana.

Pagi itu lagi-lagi aku tidak ikut ke sekolah. Diana tak mau membawaku karena kotor dan berbau apek. Beda sekali dengan sponge bob biru . Dia terlihat bersih, rapi dan wangi. Soalnya minggu kemarin dia baru dicuci oleh Nirina, dikasih pengharum lagi. Ah, segarnya… sedangkan aku, tubuhku kotor oleh bercak-bercak saus tomat, kecap bercampur kuah bakso dan debu yang menempel. Uh! Bau apek!

Pulang sekolah siang itu, Diana menangis dan Mamanya marah-marah. Aku cuma mendengarkannya dari kolong meja. Ada apa, ya? Aku bertanya-tanya sendiri.

“Itu gunanya pakai tas, jadi buku-buku dan peralatan sekolah tidak tercecer kemana-mana. Sekarang baru kamu tahu rasa, kan? Crayon yang baru dibeli jatuh kedalam parit sekolah!” suara Mama Diana terdengar marah.

Oh, crayon Diana jatuh ke parit? Coba kalau tadi dia memasukkan crayon itu kedalam tas. Pasti aman dan tidak tercecer atau jatuh kemana-mana.

“Itu gara-gara tas sponge bob !” Diana masuk kedalam kamar.

Aduh! Diana menendang dan menginjakku.

“Tas itu tidak salah, kamu yang salah!” Mama memarahi Diana .

Aduh! Sekarang Diana mencampakkan aku keluar kamar.

“Kalau kamu tidak mau tas itu, biar nanti Mama kasih buat anak Bik Karti!” teriak Mama marah.

Aku senang mendengar Mamanya Diana akan memberikanku pada anak Bik Karti. Setahuku anak Bik karti itu rajin dan pembersih. Kalau aku ada ditangannya pasti nasibku akan berubah. Karena aku sebuah tas yang cantik, rasanya pantas mendapat perlakuan yang baik. Sekarang ini aku kotor dan bau apek. Itu semua karena Diana yang jorok dan pemalas. Kaus kakinya saja bau terasi. Apa kalian mau, pergi sekolah dengan tas yang bau apek dan kaki yang bau terasi? Tentu tidak, kan?

Aduh! Kali ini Diana menendangku kearah dapur..

“Mau kamu apakan tas itu, Diana?!” tegur Mama marah.

“Dibuang ke tempat sampah!” teriak Diana.

“Sini! Biar Mama kasih untuk Siti anaknya Bik Karti.” Mama Diana memungutku dari lantai.

Ah, senangnya. Aku akan terbebas dari cengkeraman Diana yang jorok itu.

“Siapa juga yang mau sama tas bau apek begitu!” cibir Diana sinis.

Mama Diana membawaku ke rumah Bik Karti yang tidak begitu jauh dari rumah mereka. Bik Karti adalah tukang cuci di keluarga Diana dan Siti anaknya selalu ikut membantu bersih-bersih di rumah Diana setiap hari minggu.

“Bik Karti, Siti mana?” tanya Mama Diana.

“Oh, Nyonya. Itu, Siti lagi belajar.” jawab Bik Karti senang melihat majikannya datang berkunjung.

“Siti, ini tasnya dicuci yang bersih, ya? Ambil buat kamu.” ujar Mama Diana pada Siti.

“Ini kan tasnya Diana, Bu? Baru dibeli sebulan yang lalu, modenya bagus dan harganya mahal.” Siti terheran-heran kenapa tas itu diberikan padanya.

“Iya, tapi Diana tidak mau lagi memakai tas ini. Nih, ambil saja buat kamu.” Mama memberikan tas itu pada Siti.

“Ambillah, nak.” Bik Karti mengangguk tanda setuju kalau Siti menerima saja pemberian itu.

“Terima kasih ya, Bu?” Siti mengambil tas itu dari tangan Mama Diana.

Uf! Sekarang aku sudah berada ditangan Siti. Selamat tinggal Diana yang jorok dan pemalas. Byuuurrr…. Siti merendamku dengan bubuk deterjen selama 30 menit. Setelah itu dia mengucek-ngucek noda kotor yang menempel ditubuhku dan membilasnya dengan air bersih. Kemudian aku direndam bersama larutan pewangi. Aaaahhh…. Segarnya. Ketika dijemur, warnaku berkilauan terkena cahaya matahari.

“Tas ini catik sekali…” gumam Siti senang memandangiku.

Besoknya ketika berjumpa dengan Diana di sekolah, anak itu memandangiku tak berkedip karena sekarang aku adalah sebuah tas bergambar sponge bob warna kuning yang cantik, bersih dan wangi. Siti sangat bangga menyandangku dipunggungnya. Hal itu membuat Diana jadi iri.

“Heh, Siti! Itu tas sponge bob aku, kan?”

“Iya, Mama kamu yang ngasih. Kenapa, kamu mau mengambilnya lagi?” tanya Siti.

Diana terdiam. Dipandanginya lagi tubuhku yang berbentuk tas sponge bob yang menempel dipunggung Siti.

“Tas itu kamu cuci, ya?” tanya Diana.

“Makanya kalau punya tas harus rajin-rajin merawatnya. Cuma dicuci saja dia sudah berubah seperti baru. Tidak repot, kan?” Siti tersenyum.

Diana pergi tanpa biacara apa-apa lagi. Aman, aku tidak jadi diambil sama Diana, anak pemalas dan jorok itu. Lagipula aku sudah diberikan pada Siti, jadi Diana tidak punya hak lagi untuk mengambilku. Apakah kalian punya tas sekolah? Pernah dicuci belum? Ayo, cuci sekarang!***

Jumat, 06 Maret 2009

Puisi 1
















Duhai...

Duhai, anak-anakku
tak tega rasanya
mewariskan hujan asam
di pagi harimu
dan
berat hati ini
melihat kau menghirup
udara tercemar polutan

Duhai, anak-anakku
kemana lagi kucari tempat
untuk menina bobokkan mu

Puisi 2

Wahai

Engkaulah
buah hati sibiran tulang
wahai anak-anakku terkasih
yang tertatih-tatih
dari Sabang sampai Merauke
di mata beningmu aku berkaca
ketika lautan menenggelamkan
separuh bumi
saat wajah mungilmu
legam terpanggang matahari yang marah

Bumi memang tak nyaman lagi
untukmu sayangku
ikutlah kekuburku
dan
tidur nyenyak bersamaku




Nuansa Bening


Hamparan Kehidupam

Celana Koyak


Nestapa celana koyak